Pilihan Berganda
Semua
orang menyukai soal pilihan berganda. Peserta ujian menyukainya karena
soal jenis ini dianggap lebih mudah daripada soal isian atau essay.
Tidak perlu lagi menyerahkan lembar jawaban yang kosong melompong akibat
sama sekali tidak belajar. Pengajar menyukainya karena jauh lebih mudah
memeriksa jawaban soal pilihan berganda. Bahkan prosedur pemeriksaan
dapat diotomatisasi dengan menggunakan mesin OMR atau komputer.
Pemeriksa tidak perlu lagi melakukan prosedur pemeriksaan lembar jawaban
satu per satu secara manual yang sangat melelahkan. Pengelola institusi
pendidikan menyukainya karena soal pilihan berganda tidak membutuhkan
jumlah pemeriksa yang banyak yang tentunya akan membutuhkan dana ekstra.
Sebagian
besar pelajar dan mahasiswa berusaha mencapai nilai dengan baik dengan
cara belajar tentang topik yang diujikan. Tetapi saya perhatikan dari
teman-teman saya bahwa hanya sebagian kecil yang dapat menggunakan
intuisi atau analisis untuk memaksimalkan peluang mendapat nilai yang
lebih tinggi lagi walaupun tidak 100% yakin dengan jawabannya.
Bagi
saya, menjawab soal pilihan berganda adalah sebuah seni tersendiri,
terutama jika tidak belajar sama sekali malam sebelumnya. Dan tentunya
bukan hanya seni, tetapi juga kebutuhan karena sewaktu kuliah dulu
tujuan saya adalah lulus dengan usaha seminimal mungkin. Selain itu otak
saya lebih suka diajak berpikir daripada menghafal, akan sangat sulit
bagi saya untuk bersaing dengan teman-teman yang setelah membaca satu
kali saja masih akan tetap melekat di otak satu minggu kemudian.
Sayangnya, sebagian besar ujian di Indonesia masih berupa ‘perlombaan
menghafal’.
Tujuan peserta ujian pilihan berganda adalah
memaksimalkan nilai dari pengetahuan yang kita miliki pada saat ujian,
terlepas dari apakah pengetahuan tersebut cukup atau tidak untuk
menjawab soal-soal dengan cara ‘biasa’.
Eliminasi Jawaban yang Pasti Salah
Ini
adalah trik yang paling jelas. Jika tidak yakin dengan sebuah jawaban,
cobalah untuk mengeliminasi jawaban-jawaban yang sudah pasti salah.
Untuk beberapa jenis soal, bahkan cara ini adalah satu-satunya cara
untuk dapat menemukan jawaban tanpa perlu menghabiskan banyak waktu.
Kesalahan banyak teman pada ujian matematika adalah selalu menjawab soal
secara analitis padahal jawaban-jawaban yang salah dapat dengan mudah
dieliminasi untuk mendapatkan solusi dari soal tersebut.
Pembuat soal yang malas terkadang membuat soal dengan jawaban yang terlalu mudah untuk ditebak.
Pilih Jawaban yang Paling Panjang
Saran
klasik sebelum menghadapi ujian terutama ujian ilmu-ilmu sosial adalah
‘pilih jawaban yang paling panjang dibandingkan jawaban lainnya’.
Menurut pengalaman trik ini hanya berlaku untuk pembuat soal yang kurang
berpengalaman yang terlalu sering membuat jawaban yang benar relatif
jauh lebih panjang daripada jawaban-jawaban lainnya. Tetapi di lain
pihak, soal-soal seperti ini juga beberapa kali muncul di ujian
sekaliber UMPTN misalnya.
Untuk meminimalkan masalah ini,
beberapa pembuat soal membuat soal jebakan. Soal tersebut biasanya tidak
memiliki tingkat kesukaran yang tinggi dan memiliki satu jawaban yang
jauh lebih panjang daripada jawaban lainnya, tetapi berbeda dengan
biasanya, jawaban tersebut salah. Jika peserta ujian menemukan soal
tersebut, maka ia akan menjadi ragu pada soal-soal berikutnya: apakah
pembuat soal sedang mencoba menjebak saya lagi atau apakah kali ini ia
‘jujur’? Ini adalah sebuah teori permainan antara pembuat soal dan
peserta ujian yang dapat digambarkan dalam matriks pembayaran dari sisi
peserta ujian kira-kira sebagai berikut dengan asumsi peserta ujian
tidak mengetahui jawabannya:
------------------------------Menjebak---------Tidak menjebak
Memilih jawaban panjang----------0------------------10
Tidak memilih jawaban panjang----2,5-----------------0
Yang
menjadi masalah adalah bagaimana mengetahui pembuat soal menjebak atau
tidak? Peserta ujian perlu menggunakan intuisinya berdasarkan situasi
yang ada. Akan lebih berguna jika ia menyelesaikan seluruh soal yang
mampu ia kerjakan terlebih dahulu. Fakta lain yang perlu diperhatikan
adalah bahwa soal-soal jebakan jumlahnya akan jauh lebih sedikit
daripada soal-soal bukan jebakan. Yang jelas peserta ujian tetap
diuntungkan karena bisa bereaksi sesuai dengan tindakan yang diambil
pembuat soal, sedangkan pembuat soal tidak bisa mengubah soal
berdasarkan tindakan peserta ujian.
Pembuat soal yang baik
mencoba meminimalkan ‘tebakan berhadiah’ seperti ini dengan cara
menyamaratakan seluruh panjang jawaban, sehingga jawaban yang benar
tidak dapat ditentukan dari panjangnya jawaban.
Soal-soal dalam
kategori ini biasanya adalah jenis soal-soal yang paling menyebalkan.
Biasanya pembuat soal mengambil sebuah kalimat dari buku, kemudian
memecahnya menjadi dua buah bagian, bagian pertama ditempatkan pada
soal, sedangkan bagian kedua ditempatkan pada salah satu jawaban.
Sedangkan jawaban sisanya dikarang sehingga seakan-akan itu adalah
jawaban yang benar. Dalam kasus ini peserta ujian dapat menganalisis
apakah pertanyaan dan jawaban terangkai menjadi sebuah kalimat yang
berkesinambungan. Carilah kesalahan-kesalahan seperti kesalahan ejaan,
kesalahan gramatikal, penggunaan ejaan lama, penggunaan istilah yang
tidak lazim dan sebagainya. Jika ada kesalahan, maka ada kemungkinan
jawaban tersebut adalah jawaban yang salah. Soal dalam Bahasa Inggris
akan lebih mudah dipecahkan karena aturan gramatikal yang lebih ketat
daripada Bahasa Indonesia, sebagai contoh jika pertanyaan dibuat dalam
past tense, maka jawaban juga seharusnya dalam past tense. Walaupun
demikian, soal-soal semacam ini sangat jarang disajikan dalam Bahasa
Inggris.
Peluang Menebak Jawaban
Yang
sering tidak disadari oleh para penulis soal dan juga peserta ujian
adalah peluang. Jika sebuah ujian terdiri dari 100 buah soal pilihan
berganda dengan lima pilihan jawaban tanpa sistem minus, dan jika
peserta datang ke tempat ujian tanpa mengerti sedikitpun materi yang
diujikan, maka teori peluang mengatakan bahwa dia akan menjawab dengan
benar sekitar 20 buah soal, atau 20% dari nilai keseluruhan. Sedangkan
kondisi yang dapat menyebabkan hasil ujian bernilai 0% adalah jika
peserta mengetahui dengan baik topik yang diujikan tetapi dengan sengaja
memilih jawaban yang salah untuk seluruh soal.
Artinya, saat
datang ke ruang ujian, peserta mendapat hadiah nilai kira-kira sebesar
20%. Mungkin ini salah satu hal yang menyebabkan soal pilihan berganda
dianggap lebih mudah daripada soal jenis lainnya. Untuk menghilangkan
faktor ‘bonus’ tersebut, nilai akhir yang didapat peserta perlu direvisi
dengan menggeser titik 0% ke 20% hasil ujian. Rumusnya kira-kira adalah
sebagai berikut:
nilairevisi = (nilai - 20) * 100 / 80
Dengan
nilairevisi adalah nilai akhir yang telah direvisi, dan nilai adalah
nilai hasil ujian. Semua dalam skala 0-100. Jika nilairevisi bernilai
negatif, maka ubah menjadi 0 supaya tidak mempengaruhi hasil ujian-ujian
sebelumnya.
Mitos sistem minus
Walaupun
demikian, sistem revisi tersebut saya lihat tidak populer. Yang jauh
lebih populer adalah sistem minus. Pada sistem minus dengan lima pilihan
jawaban, jawaban yang benar bernilai 4 dan jawaban salah bernilai -1,
dan jika peserta memilih untuk menjawab, maka nilainya adalah 0.
Sedangkan pada sistem minus dengan empat pilihan jawaban, jawaban yang
benar bernilai 3 dan yang salah bernilai -1.
Jika seorang peserta
mengikuti ujian pilihan berganda sistem minus yang terdiri dari 100
soal dengan lima pilihan jawaban, dan jika peserta tersebut sama sekali
tidak mengerti topik yang diujikan tetapi memilih untuk menjawab seluruh
soal, maka teori peluang akan mengatakan bahwa dia akan menjawab benar
sebanyak 20 soal dan menjawab salah sebanyak 80 soal. Nilai akhir yang
ia dapatkan adalah 20*4 - 80*1 = 0. Dan jika peserta memilih untuk
mengosongkan lembar jawaban, maka nilai yang dia dapat juga 0.
Mitos
yang sering beredar adalah bahwa soal pilihan berganda sistem minus itu
menyeramkan karena peserta tidak dapat menebak-nebak jawaban untuk soal
yang tidak dimengerti. Padahal, sesuai perhitungan di atas, hasil yang
didapat akan kurang lebih sama baik peserta mengosongkan jawaban untuk
pertanyaan yang tidak ia mengerti, dan jika peserta memilih untuk
menebak jawaban yang benar. Lalu pilihan mana yang lebih baik? Jika saya
sama sekali tidak mengerti, dalam kasus ini saya lebih suka
mengosongkan jawaban. Dengan menebak, saya akan mendapat nilai tambahan
di sekitar 0, ini bisa menguntungan, tapi bisa juga merugikan dan ini
murni perjudian. Selain itu, waktu yang digunakan untuk menebak akan
lebih baik dialokasikan untuk melakukan metoda tebakan lain yang akan
jauh lebih produktif.
Satu hal yang bisa membuat saya memilih
untuk menebak adalah jika prediksi nilai dari soal-soal yang lain adalah
sedikit di bawah batas lulus. Sebagai contoh jika batas lulus adalah
60%, sedangkan prediksi nilai saya adalah 58%. Dalam kasus ini
mengosongkan jawaban sudah pasti mengharuskan saya ikut ujian lagi tahun
depan. Tetapi jika menebak, maka masih ada kemungkinan untuk lulus jika
saya beruntung.
Tetapi bagaimana jika peserta bisa mengeliminasi
satu jawaban yang salah? Jika ada banyak soal yang tidak diketahui
jawabannya dengan pasti, tetapi peserta dapat mengeliminasi satu saja
jawaban yang salah, maka kondisi akan berbalik. Sebagai contoh seorang
peserta tidak mampu menjawab 40 buah pertanyaan, tetapi dia dapat
mengeliminasi sebuah jawaban yang salah dari masing-masing soal
tersebut. Maka teori peluang mengatakan bahwa dia akan dapat menjawab
benar sebanyak sekitar 10 pertanyaan dan menjawab salah sekitar 30
pertanyaan. Nilai ekstra yang dia dapat dari menjawab soal-soal tersebut
adalah sekitar 10*4 - 30 = 10. Lumayan! Nilai 10 setara dengan menjawab
benar 2,5 soal.
Dan bagaimana jika peserta dapat mengeliminasi
tiga jawaban salah sampai didapatkan dua buah jawaban yang salah satu di
antaranya adalah jawaban yang benar? Jika hal tersebut terjadi pada 40
buah soal, maka peserta akan menjawab sekitar 20 jawaban benar dan 20
jawaban salah. Nilai tambahannya adalah sekitar 20*4 - 20*1 = 60.
Artinya nilai tersebut setara dengan menjawab benar 15 buah pertanyaan!
Saya tidak habis pikir pada teman-teman yang tidak berani menjawab
padahal sudah mampu mengeliminasi tiga buah jawaban yang salah.
Saya
pribadi akan menebak jika mampu untuk mengeliminasi paling tidak satu
jawaban yang salah. Walaupun demikian resikonya terlalu tinggi jika
misalnya nilai yang saya prediksi saat ini sedikit berada di atas batas
lulus. Dalam kasus ini, menebak kemungkinan besar tidak akan dapat
mengubah C menjadi B, tetapi kemungkinan mengubah C menjadi D terbuka
lebar.
Sifat Kronologis
Sebagian
pembuat soal menyusun pertanyaan-pertanyaan secara kronologi. Soal-soal
awal membahas awal-awal topik bahasan, soal-soal terakhir membahas
akhir dari topik bahasan. Menurut saya ini adalah ide yang buruk. Sulit
saya menceritakannya karena ini berhubungan dengan intuisi. Terkadang,
pada soal yang dibuat secara berurutan seperti ini saya seperti dapat
membaca sebuah pola. Biasanya pertanyaan di awal-awal berkualitas baik,
tetapi semakin mendekati akhir kualitas akan menurun secara
perlahan-lahan. Frekuensi soal-soal yang ‘berkelas’ akan semakin menurun
di lembar akhir.
Cara yang baik untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan mengacak urutan soal. Setelah di acak, soal-soal
berkualitas rendah akan tersebar dari awal sampai akhir. Hal ini akan
menyulitkan peserta untuk mengira-ngira soal mana yang dibuat ketika
pembuat soal sudah lelah.
Ujian yang dilakukan dengan menggunakan
komputer bisa jadi ditampilkan dalam kondisi acak. Pengacakan yang
berbeda dari komputer peserta yang berbeda juga akan meminimalkan
hal-hal seperti pencontekan atau kerja sama antar peserta ujian.
Penyusunan oleh Tim atau Perorangan
Soal-soal
adalah manifestasi dari personaliti sang pembuat soal. Terkadang jika
kita sudah terlalu banyak menjawab soal-soal yang dibuat oleh pembuat
soal yang sama, maka kita bisa melihat adanya pola. Pola yang bagaimana?
Agak sulit untuk menjelaskan, tetapi kita bisa melihat kelemahan dan
kelebihan seorang pembuat soal dalam menyusun soal. Pola yang didapatkan
dari soal-soal yang lain bisa jadi menjadi petunjuk untuk menjawab
soal-soal lainnya.
Untuk mengatasinya, soal-soal untuk ujian yang
penting sudah biasa disusun oleh beberapa orang dalam sebuah tim, dan
bukan oleh perorangan.
Informasi dari Soal Lain
Tidak
seperti soal jenis lain, soal pilihan berganda membutuhkan banyak
kata-kata. Ada satu soal dan lima buah jawaban untuk setiap soal yang
perlu ditulis di lembar soal. Selain itu soal pilihan berganda bersifat
sangat spesifik dan tidak luas, akibatnya diperlukan cukup banyak soal
untuk dapat mencakup seluruh topik bahasan. Jumlah soal yang banyak juga
dibutuhkan untuk meminimalkan keberuntungan. Akan lebih sulit menemukan
peserta ujian yang beruntung ketika mengerjakan 100 soal ketimbang 10
soal.
Banyaknya jumlah teks pada lembar soal memberikan
kesempatan bagi peserta ujian untuk mendapatkan informasi-informasi yang
dibutuhkan untuk menjawab soal lain atau paling tidak untuk
mengeliminasi sebuah jawaban yang salah.
Pembuat soal yang pintar
tidak akan membuat soal yang terkait dengan soal yang lain, atau soal
yang jawaban-jawabannya saling mengeliminasi. Walaupun demikian, jika
topik yang dibahas cukup sempit, maka pembuat soal akan kesulitan
melakukan hal tersebut dan hampir tidak mungkin soal-soal yang diberikan
bersifat ’saling lepas’.
Jika sifat ’saling lepas’ sulit untuk
dihindari, masalah ini masih dapat dieliminasi dengan mencegah peserta
untuk merevisi jawaban yang telah diberikan. Solusi ini mungkin hanya
dapat diterapkan dengan bantuan komputer sebagai alat masukan.
Keacakan Jawaban
Tidak
sering tetapi tidak jarang pula letak jawaban yang benar membentuk
sebuah pola. Hal ini memang sudah menjadi sifat manusia yang sulit untuk
menghasilkan sesuatu yang acak secara konsisten. Jika urutan jawaban
yang benar dari soal nomor 1 sampai 5 adalah C, B, A, E, D, lalu apakah
jawaban soal berikutnya adalah C? Ini tidak jauh berbeda dengan
tebak-tebakan pada permainan semut-gajah-orang atau yang lebih dikenal
di luar Indonesia sebagai rock-paper-scissors.
Untuk
mengatasinya, pembuat soal mungkin perlu untuk menggunakan sumber acak
selain otaknya, dengan menggunakan dadu atau menggunakan sumber acak
dari komputer.
Mungkin berguna bagi yang mau ujian, UAN, SPMB, dan lain sebagainya.
Taken from:
hxxp://priyadi.net/archives/2006/04/13/filosofi-soal-pilihan-berganda/
All credit goes to him!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar